BUNTOK – Sengketa lahan antara warga Desa Bambulung, Kecamatan Pematang Karau, Kabupaten Barito Timur (Bartim), dengan perusahaan tambang PT. Multi Tambangjaya Utama (MUTU) kembali mencuat.
Warga yang diwakili keluarga Nertian Lenda mengklaim jalan hauling perusahaan di Km.16 hingga Km.25 berdiri di atas lahan milik mereka.
Menanggapi hal tersebut, pihak PT. MUTU melalui Legal Hukum, Hermansyah, menegaskan bahwa lahan yang dimaksud berada dalam kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) yang dikelola secara legal oleh perusahaan.
Pengelolaan tersebut dilakukan berdasarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang telah dikantongi perusahaan.
“Lahan tersebut statusnya adalah HPK dengan IPPKH atas nama PT. MUTU. Hak-hak masyarakat yang sebelumnya ada di atas lahan itu sudah kami selesaikan,” ujar Hermansyah saat dikonfirmasi, Minggu (5/10/2025).
Hermansyah menambahkan bahwa perusahaan siap menempuh jalur hukum jika permasalahan ini terus berlanjut. Ia juga menyebut pihak penggugat belum mampu menunjukkan secara jelas lokasi lahan yang diklaim dalam gugatan tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Daerah Barito Timur melalui Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (PKS) telah memediasi kasus ini. Mediasi ketiga dilaksanakan pada Senin (29/9/2025) dan dipimpin oleh Asisten I Setda Bartim, Ari Panan, dalam upaya penyelesaian sengketa lahan hauling antara kedua belah pihak.
“Hari ini kita melaksanakan mediasi ketiga antara keluarga Nertian Lenda dan pihak PT. MUTU. Tujuannya agar masalah ini tidak berkembang menjadi konflik terbuka,” kata Ari Panan dalam keterangan resminya.
Dalam mediasi tersebut, dijelaskan oleh Kesatuan Pengelola Hutan Produksi (KPHP) Barito Hilir dan ATR/BPN bahwa kawasan yang disengketakan memang merupakan bagian dari kawasan hutan produksi. Meski keluarga Lenda telah mengajukan permohonan ganti rugi, PT. MUTU tetap bersikukuh bahwa penyelesaian telah dilakukan sebelumnya.
PKS pun meminta PT. MUTU untuk melengkapi dokumen-dokumen pendukung klaim mereka, termasuk bukti penyelesaian atas hak masyarakat di atas lahan tersebut. Pertemuan lanjutan dijadwalkan pada 6 Oktober 2025 untuk sesi pembuktian dokumen dan klarifikasi lebih lanjut.
Ari Panan berharap, proses mediasi ini dapat menjadi jalan tengah yang adil bagi kedua belah pihak. “Kita ingin permasalahan ini diselesaikan secara damai dan sesuai mekanisme hukum yang berlaku, tanpa merugikan siapapun,” tegasnya.(tim redaksi)