PALANGKA RAYA – Prestasi membanggakan diraih oleh siswa SMA Negeri 2 Palangka Raya di ajang World Science Environment Engineering Competition (WSEEC) 2025 yang berlangsung di Jakarta pada akhir Mei lalu. Dua tim perwakilan sekolah tersebut berhasil menyabet medali emas dan perak berkat riset ilmiah yang unik tentang potensi air batang pisang dan daun pandan sebagai bahan bermanfaat bagi kesehatan dan kecantikan.
Mereka adalah Josh Richard William Simanjuntak bersama timnya yang meneliti khasiat daun pandan sukses meraih medali emas. Anggota tim tersebut terdiri dari Josh Richard William Simanjuntak, Citrha Lestari, Joyce Bralia Karlonius Antel, dan Jovita Ajlaa Cahyananta.
Sementara tim kedua, yang mengangkat potensi air batang pisang hingga meraih medali perak, diketuai oleh Muhammad Agfahry Wirayana bersama dengan Amelia Nayla Alifa, Ceria Wulan Maharatini, dan Catrine Aprilia Lorenza.
“Dari awal, anak-anak memilih sendiri topik yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mereka ingin membuktikan bahwa mitos lokal tentang batang pisang dan daun pandan punya dasar ilmiah,” jelas guru pembina Sintania T.T. Asang, S.Pd., M.Pd., saat ditemui usai kepulangan tim dari Jakarta, Jumat (24/5/2025).
Sintania menjelaskan, proses yang dilalui para siswa tidak mudah. Mereka memulai riset dari tahap seleksi internal sekolah, berlanjut ke ajang KMT Rewulu, kemudian lolos ke KMNK, UNI, dan UMADIA—rangkaian seleksi nasional sebelum akhirnya melaju ke kompetisi internasional. Di tengah keterbatasan waktu dan fasilitas, para siswa tetap berkomitmen menjalani eksperimen, membuat laporan, menyusun poster, dan mempresentasikan hasil riset mereka dalam bahasa Inggris.
“Ini riset yang tidak hanya ilmiah, tapi juga kontekstual. Mereka menggali kearifan lokal dan mengolahnya dengan pendekatan modern,” tambah Sintania.
Selama ini, pandan dikenal sebagai pewangi makanan atau pewarna alami. Namun, berdasarkan literatur dan praktik masyarakat Dayak, daun pandan juga digunakan sebagai penguat darah.
Para siswa membuktikan bahwa rebusan lima hingga tujuh lembar daun pandan dalam dua liter air, yang kemudian direduksi hingga tersisa sekitar 400 ml, mengandung nutrisi penting yang baik untuk tubuh.
“Anak-anak mencoba membuktikan sesuatu yang sebelumnya dianggap mitos. Mereka tidak hanya mengandalkan cerita, tapi juga data dan bukti ilmiah,” kata Sintania.
Namun perjalanan menuju panggung internasional tidak lepas dari tantangan. Salah satu hambatan terbesar adalah keterbatasan fasilitas laboratorium. Beberapa senyawa yang mereka temukan dalam literatur tidak bisa dibuktikan karena alatnya tidak tersedia di laboratorium sekolah.
“Banyak informasi di jurnal yang tidak bisa kami uji karena alatnya belum tersedia di kota ini. Jadi kami hanya bisa membuktikan yang bisa difaktakan di laboratorium yang ada,” tutur Josh.
Selain itu, penggunaan bahasa Inggris dalam kompetisi juga menjadi tantangan tersendiri. “Beberapa siswa belum terbiasa dengan bahasa Inggris, padahal seluruh presentasi dan komunikasi lomba harus dalam bahasa Inggris. Jadi mereka belajar keras selama berbulan-bulan,” tambah Sintania.
Ketua tim riset air batang pisang, Muhammad Agfahry Wirayana dan timnya mengaku terinspirasi dari kepercayaan lokal yang menyebut air batang pisang bisa memperkuat dan memanjangkan rambut. Anggota timnya antara lain Amelia Nayla Alifa, Ceria Wulan Maharatini, dan Catrine Aprilia Lorenza.
Melalui pendekatan ilmiah, mereka menemukan bahwa air batang pisang mengandung flavonol, flavonoid, antosianidin, lenol, vitamin C, dan zat antibakteri. Semua komponen ini diyakini dapat menguatkan akar rambut serta mengurangi ketombe. “Persiapannya sekitar tiga bulan, sebelum mendalami materi,” ungkap Muhammad Agfahry.
Hal senada diungkapkan tim peneliti daun pandan. Ketua tim Josh Richard William Simanjuntak mengatakan pemilihan daun pandan mengacu pada kearifan lokal suku Dayak Kalteng. Sehingga akhirnya dilanjutkan dengan pengujian klinis di laboratorium.
“Menurut nenek moyang banyak manfaatnya untuk kesehatan tubuh. Kami juga sebelum bertanding merasa agak meriang dan memakainya ternyata memang bisa (sembuh),” tuturnya.
Kepala SMA Negeri 2 Palangka Raya, M Rifani, menyebut keberhasilan ini sebagai buah dari semangat, kerja keras, dan sinergi yang baik antara siswa, guru, dan orang tua. “Anak-anak kita luar biasa. Mereka menunjukkan kedisiplinan dan semangat belajar yang tinggi, dibimbing oleh guru-guru yang tak kalah hebat, serta disokong oleh orang tua yang memberikan dukungan penuh,” ujar Rifani.
Ia juga menyoroti peran kegiatan ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) dalam memfasilitasi minat dan bakat siswa di bidang sains. “Kami punya 46 kegiatan pengembangan diri, dan KIR adalah salah satu wadah utama untuk siswa menggali potensi. Anak-anak kami sangat kooperatif dan berani memulai ide sendiri,” tambahnya.
Rifani berharap prestasi ini menjadi pijakan awal untuk kolaborasi lebih luas, termasuk dengan lembaga riset nasional seperti LIPI. “Keterbatasan laboratorium jangan jadi hambatan. Kami ingin kerja sama dengan laboratorium riset nasional agar penelitian siswa bisa terus berkembang,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Manat Simanjuntak, orang tua dari Josh Richard William Simanjuntak, menilai keberhasilan ini bukan sekadar pencapaian kompetitif, tetapi juga lompatan besar dalam proses pembelajaran anak-anak. “Ajang ini diikuti peserta dari berbagai negara. Anak-anak kita sudah berani bersaing di level internasional. Ini adalah langkah awal untuk menatap masa depan yang lebih besar,” ujarnya.
Prestasi dua tim dari SMAN 2 Palangka Raya ini tidak hanya membanggakan sekolah dan keluarga, tetapi juga menjadi inspirasi bahwa inovasi bisa lahir dari hal-hal sederhana—asal didasari rasa ingin tahu, ketekunan, dan semangat belajar yang tak pernah padam. (*)